Berdasarkan dua perspektif diatas mengenai pro-kontra tentang mekanisme proporsional terbuka dan tertutup hanyalah sekedar preferensi-opsional, artinya baik antara mekanisme terbuka maupun tertutup tidak berdampak signifikan terhadap aturan mendasar mengenai tugas anggota parlemen, partai politik dan partisipasi dan wewenang masyarakat selaku pemilih langsung terhadap dewan yang mewakili DAPIL mereka.
Partisipasi masyarakat selaku pemilih langsung, seharusnya mereka memiliki mandat yang kuat terhadap dewan di DAPIL bersangkutan, karena terpilihnya mereka melalui amanah suara yang dititpkan oleh masyarakat, bukan melalui peran langsung partai politik, tetapi berdasarkan Undang Undang yang berlaku, hak veto untuk me recall dilimpahkan kepada Partai anggota dewan bersangkutan.
Menurut ketentuan Undang Undang No 17 Tahun 2014 pada bagian ke lima belas tentang Pergantian Antar Waktu (PAW) atau hak recall Pasal 239 Ayat 1Poin C yang berisi pemberhentian yang dijabarkan pada Ayat 2 Poin E, bahwa hak pemberhentian diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan.
Aturan yang termaktub pada Undang Undang tersebut jelas mengakibatkan disequilibrum relasi antara pemilih dengan anggota dewan perwakilan mereka, pada aturan ini juga mengakibatkan kontradiksi dan dilematis sikap anggota dewan yang mewakili DAPIL nya, bisa jadi ketika mereka vocal mengangkat aspirasi yang diajukan massa mereka.
Berbenturan dengan kepentingan petinggi partai, hal ini dapat berakibat pada pemberhentian, maka tekanan dari internal partai tak jarang mengharuskan anggota dewan menjadi jajaran Yes man di jajaran parlemen untuk mencari aman posisi.
Idealitanya pemberian hak recall diberikan kepada masyarakat yang ada di DAPIL dewan bersangkutan, jadi para dewan bertanggung jawab secara langsung atas mandataris suara yang mereka peroleh, maka jika hal tersebut berlaku, tidak ada lagi anggota dewan yang bertindak out of the track dalam menjalankan fungsi sebagai perwakilan rakyat di parlemen.
Ketika mereka dianggap tidak layak dan tidak mampu mengakomodir urgensi kebutuhan masyarkat, maka masyarakat di DAPIL bersangkutan bisa menggalang petisi dan usulan pemberhentian dan melakukan pemilihan ulang untuk menggantikan kekosongan jabatan.
Sebagai refleksi dari study komparasi penerapan hak recall, di negara bagian Oregon, Amerika Serikat, penerapan regulasi pemberhentian dewan perwakilan dilimpahkan kepada masyarakat di DAPIL bersangkutan, jadi otoritas dan hak partisipasi langsung yang mengikat relasi antara masyarakat dengan anggota dewan maupun pemerintah daerah terjalin secara kuat.
Aturan hak recall di negara bagian Amerika tersebut, meliputi anggota legislative dan eksekutif, jikalau petisi usulan recall menyentuh presentase maksimal, maka akan dilangsungkan popular vote untuk menggantikan kekosongan delegasi di sisa masa waktu periode jabatan (Bagja, 2020 : 66).
Daripada berkutat membahas tentang opsi proporsional terbuka dan tertutup, baiknya membahas dan mengkaji tentang skala urgensi-substantif mengenai perbaikan regulasi yang mengatur relasi sosial antara anggota dewan dan pejabat pemerintah dengan masyarakat yang memiliki hak veto langsung.
Mengajukan restrukturisasi-rasionalisasi kepada partai politik untuk meningkatkan fungsi sosial control, agen aspirasi masyarakat serta peran pentingnya mendidik masyarakat sadar politik dan memposisikan masyarakat sebagai mitra strategis menjalankan prinsip demokrasi.
Demokrasi dan politik merupakan dua unsur yang berbeda sekaligus memiliki korelasi organik yang bersifat resiprokal.
Dari tinjauan etimologi demokrasi dapat dipahami sebagai kekuasaan yang dipagang oleh rakyat, demos= rakyat umum dan kratos=kekuasaan, yang artinya kekuasaan ditentukan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat, tidak ada monopoli kekuasaan dari elit tertentu untuk mengakumulasi kekuasaan dan menciptakan otoritariansme.
Sedangkan politik memiliki akar kata poli yang berasal dari kata polis = federasi mayarakat yang otonom dan teia = urusan public, jadi secara definisi politik merupakan aktivitas masyarakat yang dapat mengurusi urusan public nya secara otonom.
Jika ditinjau dari pemkanaan, tidak ada unsur elitis dan ekslusif dari kedua entitas tersebut, namun disebagian banyak pihak terutama masyrakat arus bawah, masih menganggap politik itu sebaagi urusan kenegaraan dan hal yang oportunistik.
Tak terkecuali pemaknaan demokrasi bagi masyarakat umum, yang masih berpersepsi bahwa demokrasi adalah ruang isolasi yang berda pada Menara gading, terpisah dari aktivitas sosial, maka daripada itu suatu hal yang penting bagi kalangan yang sadar politik dan demokrasi untuk melakukan sosialisasi ide dan melakukan agenda partisipatif dalam rangka mengajak masyarakat mengaplikasikan nilai berpolitik dan berdemokrasi, agar tidak lagi terkesan tabu dan masyarakat dapat mampu berswakelola menggunakan prinsip demokrasi yang secara fitrah melakat dalam jati diri kemanusiaan.