Polemik Penyakit HIV

Polemik Penyakit HIV

Annisya Rizki Utami, S.Tr.Stat. Tenaga Fungsional Statistisi Pertama Pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Lahat-Foto : Aim/Lahatpos.co-

Merujuk data Badan Peradilan Agama (2021), angka perceraian akibat poligami cukup tinggi, yakni mencapai 893 kasus. 

Baik nikah muda maupun poligami tidak menjamin turunnya kasus HIV.

Setiap orang masih dapat berpotensi menularkan ataupun tertular HIV, walaupun rantai pernikahan sudah membelenggu.  

Upaya Pencegahan HIV

Menilik data Kemenkes, maraknya masyarakat yang terjangkit HIV disebabkan oleh berbagai macam penularan, dimana penyebab utamanya adalah sering gonta-ganti pasangan tanpa pengaman, baik antar lawan jenis maupun sesama jenis.

Mirisnya, mereka yang terlibat tidak lagi malu untuk menutupi jati dirinya di media sosial.

Sebut saja Friends with Benefit (FWB) yang merupakan istilah bagi bukan sepasang kekasih namun melakukan hubungan seksual tanpa perasaan apapun, lalu istilah Open BO atau Sugar Daddy yang dipopulerkan oleh kaum prostitusi online.

Mencuatnya fenomena tersebut tidak lepas dari akses internet yang semakin mudah, karena dewasa ini sudah banyak penggiat seks bebas yang berkeliaran melalui berbagai media sosial.

Target yang paling rentan adalah anak hingga remaja, dimana 43,93 persen pengguna internet adalah penduduk usia 5-24 tahun (BPS).

Maka dari itu, diperlukan pengawasan dalam penggunaan teknologi, misalnya mengaktifkan Family Link pada akun Google anak agar dapat menghindarkan akses buruk di Handphone anak.

Selain keluarga, usaha untuk mencegah HIV juga dapat dilangsungkan oleh tenaga pendidik di sekolah maupun universitas.

Pendidikan mengenai bahaya HIV perlu ditanamkan sejak dini agar rasa penasaran tidak berujung pada hal yang membahayakan.

Sosialisasi secara umum bagi orang dewasa juga sudah sepatutnya untuk gencar dilakukan, karena lebih dari 60 persen pengidap HIV merupakan penduduk usia produktif (25-49 tahun).

Kasus HIV juga dapat dicegah dengan membatasi pergerakan penggiat seks bebas, yakni dengan cara berkoordinasi bersama pihak hotel melati maupun berbintang.

Misalnya, pembuatan aturan bagi sepasang muda-mudi yang diperbolehkan check-in hanya bagi yang sudah menikah, dimana dapat ditunjukkan melalui buku nikah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: