Okta : Kita Harus Melihat Sisi Positif UU TNI

Okta : Kita Harus Melihat Sisi Positif UU TNI.-foto: lahatpos.co-
Okta : Kita Harus Melihat Sisi Positif UU TNI
LAHAT - Publik Indonesia kembali dihebohkan dengan munculnya RUU TNI, yakni Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang kemudian disahkan oleh DPR RI melalui mekanisme kerjanya menjadi UU TNI.
UU ini secara kasat mata di lapangan mendapatkan banyak sekali penolakan dari elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, akademisi, jurnalis dan masyarakat umum.
Oktaria Saputra, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR) pun turut mengutarakan pandangannya terhadap polemik tersebut.
Melalui rilisnya Kamis 27 Maret 2025, Okta mengatakan perlu komprehensif untuk mendalami sisi lain dari UU TNI.
"Dalam hemat saya, kita perlu komprehensif mendalami sisi lain dari UU TNI, jangan reaksioner dengan mengkonsumsi begitu saja opini yang dibangun di media tanpa telaah lebih lanjut," kata Oktaria
Menurutnya opini-opini yang dibangun berupa kekhawatiran kepada UU TNI mengarah pada kembalinya dwifungsi ABRI, serta perebutan hak masyarakat sipil atau posisi-posisi birokrasi di lembaga pemerintahan.
Merespon hal tersebut, penolakan dilakukan di mana-mana, demontrasi yang masif, pendapat-pendapat kontra berseliweran di media sosial.
Lanjutnya, UU TNI menurut laporan pers Komisi I DPR RI telah melewati proses panjangan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, artinya secara prosedur pembuatan kebijakan telah terpenuhi.
RUU ini telah digulirkan pembicaraannya pada periodesasi 2019-2024, dan baru dibahas belakangan. RUU ini kemudian disepakati oleh delapan Partai Politik di Senayan.
"Dalam hal, kesan terburu-buru yang dilontarkan oleh para penolak dapat dipertanggungjawabkan oleh DPR RI Komisi I. Selain itu, para pejabat negara dari DPR RI sampai menteri-menteri telah memberikan pandangan yang itu bisa diterima, bahwa kebijakan ini tidak akan membawa ABRI pada dwifungsi yang seperti dicurigai,"paparnya.
Masih dikatakan Okta subtansi yang semestinya lebih disoroti sesuai dengan kekhawatiran yang muncul yakni institusi pemerintahan yang bisa diduduki oleh TNI aktif.
Ia menjelaskan, pada UU TNI sebelum direvisi, terdapat 10 lembaga negara yang bisa ditempati TNI aktif yakni Kantor Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelejen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertahanan Nasional, dan Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.
Kemudian UU TNI terbaru menambahkan 6 institusi yang bisa ditempati TNI aktif seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Keamanan Laut, Kejaksaan Agung, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: