Sesampai di Pulau Lombok Raden Nuna Putra Janjak segera menuju balai kota raja dan masuk ke istana.
Namun, kedatangannya di hadang oleh para penjaga.
Pertarunganpun tak terelakkan, Raden Nuna Putra Janjak meskipun masih kecil dengan keris ditangan yang muncul bersamaan ketika ia lahir, sangatlah sakti dan tak tertandingi.
Banyak lawan yang tak berdaya hingga Baginda Raja Datu Tuan harus turun bertanding.
Pertarungan yang serupun terjadi, mereka saling menghujamkan kerisnya.
Mereka berdua sama kuat, keris masing-masing tidak dapat saling melukai.
Tiba-tiba terdengarlah suara gaib dari angkasa, ”Hai Datu Tuan, jangan kau aniaya anak itu. Anak itu adalah anak kandungmu sendiri dari istrimu Dewi Mas.”
Setelah mendengar suara itu, ia amat menyesal maka dipeluknya Raden Nuna Putra Janjak.
Setelah mendengar cerita dari Raden Nuna Putra Janjak, maka Baginda Datu Tuan segera menjemput permaisuri ke Pulau Bali.
Seluruh istana dan penduduk Kerajaan Tuan bersuka cita, Dewi Mas tidak menaruh dendam sama sekali kepada Sunggar Tutul, mereka semua hidup damai dan tenteram.
Dewi Anjani tumbuh menjadi putri yang sangat catik jelita, cerdas, dan memiliki kesaktian dengan anak panah yang muncul bersamaan ketika ia lahir.
Baginda Raja sangat bangga, walaupun dia anak perempuan, tapi merupakan orang yang sangat disegani dan dicintai oleh seluruh rakyat Kerajaan Tuan karena kecerdasan dan kesaktiannya.
Baginda Raja Tuan mengatakan bahwa dia memiliki firasat kalau nantinya anak perempuannya itu akan menjadi Ratu bahkan penguasa besar yang
abadi dan akan dikenal turun-temurun dalam waktu yang sangat lama.
Beberapa tahun kemudian, Raden Nuna Putra Janjak tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda yang sangat tampan dan bijaksana.
Baginda Datu Tuan sudah semakin tua dan akhirnya menyerahkan tahta kerajaan kepada puteranya.