Bulan Syawal dijadikan waktu disunahkannya menikah ditujukan untuk menghilangkan kepercayaan orang-orang Arab Jahiliyah yang menganggap bahwa pernikahan di bulan Syawal adalah sebuah kesialan dan akan berujung dengan perceraian, sehingga para orangtua atau wali tidak ingin menikahi putri-putri mereka begitu juga para wanita tidak mau dinikahi pada bulan tersebut.
Untuk menghilangkan kepercayaan menyimpang tersebut, pernikahan di bulan Syawal pun dijadikan sebagai ibadah, sebagai sunnah Nabi Saw.
Hadis fi’liyah di atas pun dijadikan sebagai anjuran untuk menikah dan menikahkan di bulan Syawal, mematahkan keyakinan atau anggapan sial terhadap sesuatu yang bisa menjerumuskan seseorang kepada kesyirikan.
Salah satu misi Nabi Saw. adalah menghapus keyakinan yang salah dari masyarakat Arab Jahiliyah.
Oleh sebab itu, sangat dianjurkan menikah pada bulan Syawal sebagai bentuk ibadah menjalankan sunah Nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana hadis berikut: "Ummul Mukminin ‘Aisyah ra., ia menuturkan bahwa Rasulullah Saw. menikahiku (Siti Aisyah) pada bulan Syawal dan tinggal bersamaku pada bulan Syawal. Lalu adakah di antara isteri Rasulullah Saw. yang lain yang lebih beruntung di sisi beliau daripada aku. Para Ahli Riwayat mengemukakan bahwa: Adalah `Aisyah senang sekali menikahkan perempuan pada Bulan Syawal.
Hadis ini dapat dilihat pada beberapa kitab hadis: (1) Shahih Muslim, No.1423, Juz I. Kitab an-Nikah, (2) Sunan At-Tirmidzi, No.1093, kitab an-Nikah, (3) Sunan An-Nasa’i kitab an-Nikah, (4) Sunan Ibnu Majah, No. 1990, kitab an-Nikah, (5) Sunan Ad-Darimi, No 2211, kitab an-Nikah, dan (6) Musnad Imam Ahmad bin Hambal No. 23751.
Mengenai hadis ini maka Imam An-Nawawi ra., dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi, dalam komentarnya menjelaskan bahwa hadis ini berisikan anjuran menikah di bulan Syawal, Aisyah bermaksud dengan ucapannya ini adalah untuk menolak tradisi/kebiasaan (masyarakat pada zaman) Jahiliyah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.
Ini adalah suatu kebathilan yang tidak memiliki dasar. Mereka meramalkan demikian adalah karena kata Syawal mengandung arti menanjak atau tinggi.
Jadi kalau masih ada masyarakat yang berpendapat bahawa kurang baik atau bahkan melarang menikah di bulan Syawal antara dua hari rayaa dalah pendapat yang sangat keliru, karena tidak sesuai dengan hadis Nabi Saw.
Praktik beliau sendiri yang menikah dengan Aisyah pada bulan Syawal tersebut.
Islam sendiri menganggap pernikahan adalah perkara yang sakral karena dilaksanakan atas nama Allah Swt.
Halal dan baik untuk langkah awal membangun keluarga.
Oleh karena itu kalau masih ada yang menganggapnya kurang baik menikah di bulan tersebut, maka sungguh persepsi yang tidak berdasarkan ketentuan al-Qur`an dan hadis serta hanya rekaan (perkiraan) saja.
Berdasarkan hadis Nabi Saw. membuktikan bahwa sejatinya tak ada hari dan bulan sial, semua waktu adalah baik.
Sejarah mencatat bahkan Nabi Saw menikahi tiga istrinya di bulan Syawal, yakni;