Korelasi Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Kitab Hidayatus Salikhin, Problematika Pendidikan Karakter Kontemporer
M. Yanuar Anoseputra, S.Pd.I.,Gr.,C.T.-foto lahatpos.co-
Syekh Abdus Somad al Palimbani lahir di masa kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam yaitu 1737 Masehi di keraton Kuto Cerancangan. Pada abad ke -17 hingga 18 Masehi, Kesultanan Palembang Darussalam mencapai puncak kejayaan. Menjadi salah satu tempat kajian Islam terbesar di Nusantara. Setelah Aceh mengalami kemunduran abad 17 Masehi, Palembang mengambil alih sebagai pusat kajian berkisar tahun 1750-1820 Masehi. Lalu berpindah ke Banjarmasin dan Padang secara bergiliran.
Dalam Kitab Hidayatus Salikhin ini, terdapat nilai-nilai Budi Pekerti/ akhlak yang dibahas Syekh Abdus Somad al Palimbani sejak abad ke -18 untuk pengajarannya, namun tetap relevan dengan problematika pendidikan karakter kontemporer.
Menurut Mustofa dalam buku Akhlak Tasawuf (2010), menjelaskan bahwa kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari Khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Lalu menurut Abudin Nata dalam Akhlak Tasawuf (2014), beliau menjelaskkan ciri-ciri akhlak diantaranya; perbuatan yang tertanam kuat menjadi kepribadiannya, perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran, perbuatan yang timbul dalam diri seseorang, perbuatan yang dilakukan secara sesungguhnya/ bukan sandiwara, perbuatan yang dilakuan ikhlas karena Allah SWT semata.
Dalam Hidayatus Salikhin oleh Syekh Abdus Soma al Palimbani mengikuti dari Bidayatul Hidayah mili Imam Al Ghazali, membahas tentang adab / akhlak anak kepada orangtua. Adab terhadap orangtua ini merupakan sebuah problematika pendidikan karakter kontemporer. Kita diperlihatkan dengan kejadian anakk melawan orangtuanya, tidak patuh lagi kepada orangtua.
Apalagi jika kita korelasikan dengan guru, maka guru adalah orangtua peserta didik di sekolah. Nilai-nilai budi pekerti yang dijelaskan dalam Hidayatus Salikhin ini relevan dengan fenomena adanya peserta didik yang tidak mendengarkan guru bahkan kasus melaporkan guru ke polisi.
Ada sepuluh hal yang harus dilakukan seorang anak kepada orangtua baik Ibu Bapak maupun gurunya dalam Hidayatus Salikhin, namun penulis hanya akan membahas lima poin saja karena keterbatasan tempat dan waktu.
- Mendengar dan patuh kepada perkataan orangtua.
Seorang anak wajib menuruti kata orangtuanya baik ibu bapak ataupun guru selagi itu tidak melanggar syariat agama. Dalam dunia pendidikan sekkarang, begitu banyak guru sudah diabaikan oleh peserta didik. Hal ini tentu berbeda dengan zaman dahulu ketika penulis menempuh pendidikan.
- Jangan meninggikan suara lebih dari orangtua.
Sebagai orang yang beradab, kita harus mulai belajar aagar melembutkan suara jika berbicara dengan orangtua. Didunia pendidikan saat ini, banyak kejadian anak bicara kurangsopan dengan orangtua dan gurunya.
- Apabila orangtua memanggil hendaklah dijawab dengan kalimat yang sopan.
Kita kerap melihat ketika pembelajaran atau diluar pembelajaran, ada saja peserta didik yang menjawab guru dengan nada yang kurang pantas. Begitu juga di rumah, ada saja kejadian seperti itu. Bahkan belakangan ada kasus anak membunuh orangtuanya karena suatu hal yang tidak masuk akal.
- Bersungguh-sungguh dalam menuntut keridhaan orangtua dengan perkataan atau perbuatan serta merendahkan diri.
Ridha Allah ada diridha orangtua, murka Allah ada dimurka orang tua. Makka seorang anak hendaknya bersungguh-sungguh dalam menggapai ridha orangtua/guru agar hidupnya berkah di dunia dan akhirat.
- Jangan memandang kepada orangtua dengan pandangan yang menyakitkan atau membuat mereka marah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
