BPOM Tegaskan Mayoritas Obat Sudah Ditanggung BPJS, Bantah Stigma Harga Obat di Indonesia Selangit

BPOM Tegaskan Mayoritas Obat Sudah Ditanggung BPJS, Bantah Stigma Harga Obat di Indonesia Selangit

William Adi Tedja selaku Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif-foto: lahatpos.co-

BPOM Tegaskan Mayoritas Obat Sudah Ditanggung BPJS, Bantah Stigma Harga Obat di Indonesia Selangit

Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI angkat bicara mengenai isu tingginya harga obat di Indonesia.

William Adi Tedja selaku Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif tak menampik mengakui bahwa ada beberapa harga obat-obatan tertentu memang masih lebih mahal dibandingkan negara tetangga.

Meskipun demikian, William menekankan bahwa sudah 98 persen harga obat-obatan di Indonesia sudah ditanggung BPJS Kesehatan. Hal ini menyusul banyaknya isu bahwa harga obat di Indonesia mahal.

"Yang mahal memang obat paten. Obat paten itu karena, ya kalau obat paten itu otomatis dia hanya sendiri, dia tidak ada saingan karena perusahaan lain tidak bisa memproduksi obat dengan molekul yang sama. Nah, di luar negeri pun itu kalau obat paten juga mahal kalau yang impor ya, kecuali di negara asalnya sendiri," ujar William kepada awak media, Selasa 7 Oktober 2025.

"BPJS itu bisa meng-cover obat. Masyarakat sebenarnya tidak perlu membayar lagi. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan obat di Indonesia itu mahal karena sudah ter-cover BPJS. BPJS itu yang masuk ke BPJS itu kan kemarin kita rapat ada 98% sudah masuk ke dalam BPJS walaupun cakupan kesehatan universal di Indonesia masih rendah,"  tambahnya.

Fokus pada Ketersediaan dan Kemandirian Obat

Menurut data yang pernah diungkapkan BPOM, harga obat di Indonesia untuk jenis tertentu bisa lebih mahal hingga 400 persen dari negara lain.

Taruna Ikrar menjelaskan bahwa mahalnya harga disebabkan oleh beberapa faktor, yang utama adalah tingginya ketergantungan impor bahan baku obat (BBO).

"Sekitar 94 persen bahan baku obat kita masih impor, terutama dari China dan India. Ketergantungan ini membuat harga obat dasar di sini menjadi sangat sensitif terhadap fluktuasi harga global dan biaya logistik," jelasnya.

Untuk mengatasi masalah harga ini, BPOM kini berfokus pada dua strategi utama:

1. Penguatan Kendali Harga: Bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan untuk menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang lebih ketat, bahkan sejak izin edar obat dikeluarkan.

2. Mendorong Kemandirian Industri: Mendorong industri farmasi nasional untuk memproduksi BBO secara mandiri, sehingga ketergantungan impor bisa ditekan dan biaya produksi dapat diturunkan.

Selain itu, BPOM juga menggandeng Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk memperkuat ketahanan nasional di sektor farmasi, yang diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan dan menurunkan harga obat tertentu hingga 50 persen lebih murah.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: