Polisi mensinyalir, sebagian besar rumah yang menjadi sasaran pelaku teror merupakan milik pihak yang mereka anggap sebagai preman.
“Tetapi ada juga korban teror pembakaran dan perusakan rumah yang mereka tidak penah terlibat premanisme. Cuma ikut menjadi korban teror pembakaran,” lanjut mantan Kasat Reskrim Polresta Bekasi ini.
Dari keterangan sejumlah saksi, termasuk para pelaku teror pembakaran, sebagian pemilik rumah yang dibakar kerap meminta uang atau memalak dengan alasan pengamanan kepada petani kopi, baik yang berasal dari warga Desa Mulyorejo, maupun dari Desa Karang Anyar, Kalibaru, Banyuwangi.
Adapun sebanyak sembilan tersangka pelaku teror pembakaran merupakan warga Desa Karang Anyar, yang lahan perkebunan kopinya berada atau melintasi Desa Mulyorejo.
BACA JUGA:Serba Serbi Perjalanan Ibadah Haji Tahun 1443 H/2022 M (19) : Jemaah Haji Lahat Tiba di Tanah Air
“Kita sudah bentuk tim khusus untuk memburu para pelaku premanisme ini. Para pelaku ini meninggalkan rumah mereka saat dibakar, dan hingga saat ini belum diketahui keberadaannya,” ujar Hery.
Polres Jember menegaskan situasi di Desa Mulyorejo, khususnya di Dusun Baban Timur, sudah berangsur normal.
Meski demikian, sejumlah polisi masih ditempatkan di dusun yang selama ini dikenal sulit dijangkau kendaraan bermotor tersebut.
“Kita tempatkan personel sampai situasi benar-benar kondusif,” lanjut Hery.
BACA JUGA:Dandim 0405/Lahat Tinjau Lokasi TMMD ke 115 di Desa Pagar Batu
Perburuan terhadap tujuh DPO kasus premanisme ini menjadi salah satu upaya polisi untuk mencegah terulangnya konflik dari dua belah pihak.
“Kami juga mengimbau warga untuk tidak ragu melapor kepada kami, jika ada intimidasi atau premanisme dari pihak-pihak tertentu,” tutur Hery.
Selain menangkap pelaku premanisme sekaligus pelaku kasus pembakaran, upaya lain untuk memutus konflik dari dua pihak petani kopi adalah penyelesaian sengketa batas lahan dua desa.
Upaya ini juga melibatkan Pemkab Jember dan Pemkab Banyuwangi.
“Kemarin sudah ada pertemuan dari dua Pemkab. Disepakati, untuk sengketa batas lahan diselesaikan secara musyawarah mufakat. Untuk itu, kami meminta masyarakat untuk bisa menahan diri dan tidak mudah terprovokasi yang bisa menjurus kepada tindak pidana, karena malah akan merugikan diri sendiri,” pungkas Hery. (rls)