Bagaimana ACT Memotong Donasi untuk Operasional

Senin 04-07-2022,09:35 WIB
Reporter : Dian
Editor : Dian

BEBERAPA hari setelah kecelakaan menimpa Suharno, istri, dan anaknya, pengurus Aksi Cepat Tanggap (ACT) Cabang Bantul mendatangi rumah keluarga itu di Dusun Sanggrahan, Kecamatan Dlingo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepada Suharno, pengurus ACT menyodorkan berkas penggalangan donasi untuk dia dan keluarganya. “Tim ACT bilang ini untuk masa depan keluarga saya,” kata laki-laki 42 tahun itu kepada Tempo, Senin, 27 Juni lalu.

Kaki Suharno dan anaknya, Rizal, 5 tahun, patah setelah truk yang tak kuat menanjak di Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, mundur dan melindas sepeda motornya pada 25 Oktober 2021. Namun kaki kanan istrinya, Isti Utami, harus diamputasi. Saat Tempo berkunjung ke rumah keluarga itu, Suharno masih menahan sakit ketika tertatih-tatih berjalan. Sedangkan Rizal mengalami gangguan bicara.

Menurut Suharno, pengurus ACT Bantul mengatakan dana yang terhimpun bisa digunakan untuk berobat. Mereka pun berjanji mendampingi keluarganya hingga sembuh. Membutuhkan biaya untuk berobat dan bertahan hidup, tukang kayu itu pun menandatangani berkas penggalangan donasi.

Pada 9 November 2021, tim ACT mengumumkan pengumpulan donasi untuk keluarga Suharno di laman Indonesia Dermawan, situs milik Aksi Cepat Tanggap. Foto Rizal yang sedang menangis beserta foto roentgen kakinya yang patah terpajang. Tertulis di situs itu: “Satu Keluarga Terlindas Truk, Bantu Adik Rizal dan Orang Tuanya Sembuh”.

Sebulan berselang, tim ACT Bantul kembali menyambangi rumah Suharno. Mereka membawa uang tunai Rp 3 juta, bahan kebutuhan pokok, satu kruk kaki, dan kasur senilai sekitar Rp 3 juta. “Saya tidak tahu berapa donasi yang terkumpul saat itu,” ujar Suharno. Untuk pengobatan di rumah sakit, Suharno menggunakan Kartu Indonesia Sehat.

Tim ACT kembali datang beberapa bulan kemudian untuk mengadakan pendampingan psikologi terhadap Rizal dan orang tuanya. Suharno sempat menanyakan jumlah dana yang terkumpul, tapi petugas ACT tak memberi tahu nilainya. Mereka hanya berjanji membangun bengkel kayu dan peralatan tukang untuk Suharno, membelikan kaki palsu untuk istrinya, serta merenovasi rumah.

Pertengahan Juni lalu, Suharno bertanya kepada tim ACT Bantul soal janji yang belum terwujud. Sebelumnya, ia mendapat informasi bahwa donasi yang terkumpul mencapai Rp 412,207 juta dari target Rp 520 juta. Bertanya kapan duit yang disumbang lebih dari 6.000 donatur itu akan disalurkan, Suharno tak mendapat jawaban pasti. “Katanya masih diproses,” ucap Suharno.

Tempo mendatangi kantor Aksi Cepat Tanggap Daerah Istimewa Yogyakarta yang membawahkan wilayah Bantul. Kepala ACT Yogyakarta Ony Leo mengatakan kantor perwakilan ACT itu tak berwenang menentukan pencairan donasi. “ACT pusat yang menentukan,” ujarnya.

Ketua Yayasan Aksi Cepat Tanggap yang juga Presiden ACT, Ibnu Khajar, mengaku belum mengetahui kasus donasi keluarga Rizal. “Akan kami cek satu-satu supaya bisa segera ditangani,” tutur Ibnu saat berkunjung ke kantor Tempo, Selasa, 28 Juni lalu.

Sehari setelah kunjungan petinggi Aksi Cepat Tanggap itu, tim ACT Yogyakarta datang ke rumah Suharno. Mereka membawa uang tunai dan bahan pokok. Tim ACT juga berjanji segera membangun bengkel kayu untuk Suharno.

•••

PERSOALAN penyaluran dana donasi oleh Aksi Cepat Tanggap juga terjadi di daerah lain. Di Dusun Tapan, Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, donasi pembangunan musala Al-Ikhlas terpotong hampir separuh. “Sebelumnya kami tidak tahu berapa jumlah donasi yang digalang oleh ACT,” kata Suradi, ketua pembangunan musala Al-Ikhlas.

Menurut Suradi, 55 tahun, warga Dusun Tapan bercita-cita mendirikan musala sejak 2021. Mereka pelan-pelan bergotong-royong mewujudkan mimpi tersebut. Pada saat yang sama, Gilang Yusron Ramadhani, putra Sutomo, salah satu pemberi tanah wakaf untuk pembangunan musala, mengajukan permintaan pengumpulan donasi ke ACT Cabang Madiun.

Tim ACT lantas membuat kampanye penggalangan donasi. Mereka membuat poster berisi seruan donasi pada awal Maret tahun lalu yang dipasang di situs Kitabisa. Awalnya tertulis di situ dana yang terkumpul akan digunakan untuk membangun masjid pertama di Kepuhrejo. Poster itu pun disebarkan melalui sejumlah media sosial.

Beberapa hari kemudian, Gilang terkejut karena banyak orang yang menghubungi dia dan mempertanyakan isi kampanye donasi tersebut. Sebabnya, saat itu sudah ada tiga masjid di Kepuhrejo. Akun media sosial milik Gilang juga banjir hujatan. “Saya masih syok hingga sekarang,” ujarnya.

Kategori :