Pemda Lahat

Penyedia Alat Berat Rugi Ratusan Juta

Penyedia Alat Berat Rugi Ratusan Juta

MUARA ENIM - Manajemen PT Indo Chalan Perkasa (PT ICP) akan menggugat PT Ulima Mitra (PT UN). Pasalnya, manajemen PT UN diduga telah ingkar janji dalam bisnis sehingga manajemen PT ICP telah dirugikan ratusan juta rupiah. “Kami sudah mencoba komunikasi dengan pihak PT UN sejak bulan Februari 2022. Memang ada rencana kontrak satu unit motor grader merk Suny ke PT UN, tetapi ketika alat beratnya tiba di lokasi dan ketika akan penandatanganan kontrak. Justru pihak PT UN tidak mengembalikan kontrak yang diajukan dan seharusnya ditandatangani kedua belah pihak. Kami sudah konfirmasi ke pak Burhan selaku Owner, ia meminta agar menghubungi bawahannya pak Muhari. Pak Muhari ini berbelit-belit dan selalu menghindar ketika dihubungi,” ungkap Legal dan Humas PT ICP Karla, Minggu (24/4). Menurutnya, permasalahan tersebut berawal adanya rencana kerjasama antara PT UN dengan PT ICP berupa pengadaan satu unit motor Grader merk Suny per Januari 2022 lalu. Sebelum melakukan tanda tangan kontrak, kata dia, pihak PT UN meminta pihak PT ICP untuk melakukan demo alat berat dahulu sebab mereka ingin melihat dahulu alat beratnya. Setelah alat berat tersebut dikirim dan diletakkan di lokasi penambangan PT Duta Bara Utama (PT DBU) yang juga merupakan salah satu subkontrak PT UN, dan sempat beroperasi sekitar dua bulan. Kemudian terpaksa dihentikan karena tidak ada kejelasan masalah kontrak tersebut. Atas permasalahan tersebut, lanjut Karla, pihaknya sebagai penyedia alat berat, terpaksa menghentikan operasional 1 unit motor grader tersebut dari lokasi penambangan dan telah stanby sekitar 3 bulan di lokasi PT Duta Bara Utama (PT DBU) yang merupakan salah satu subkontrak PT UN. Kemudian, pihaknya sudah melayangkan surat ke bagian kantor PT UN, dan surat sudah diterima pihak PT UN. Namun, sangat disayangkan, hingga saat ini tidak ada konfirmasi ataupun itikad baik PT UN untuk menyelesaikan permasalahan ini. “Meski kita tidak ada dokumen kontrak, namun kita ada bukti time shipe dan dokumen lainnya. Namun karena belum ada dokumen kontrak menyebabkan kita belum bisa melakukan penagihan,” katanya. Akibat permasalahan tersebut, sambung Karla, pihaknya telah dirugikan ratusan juta rupiah. Dimana kerugian selama operasional selama dua bulan sekitar Rp300 juta, belum lagi ditambah biaya mobilisasi alat berat dan sebagainya diperkirakan kerugian telah mencapai Rp 500 juta. Sesuai kontrak awal, bahwa kontrak alat itu dihitung 300 jam per bulan dan telah dipakai selama 2 bulan. Kemudian, memasuki bulan Maret, alat sudah distop karena tidak ada kejelasan kontrak itu. “Kita masih menunggu pihak PT. UN untuk menyelesaikan masalah ini paling tidak satu Minggu, atau habis lebaran. Jika tidak, maka kami akan menempuh jalur hukum,” tambah dia. Deny Kristian, salah satu staf Humas PT ICP, menambahkan jika pihaknya sudah mengkonfirmasi ke pihak PT DBU yakni Agus dan membenarkan jika posisi alat berat milik PT ICP yang  sudah off. Untuk masalah kontraknya, pihak PT DBU tidak tahu menahu masalahnya karena mereka kontrak dengan PT UN. “Kami sudah mencoba komunikasi dengan pihak PT UN sejak Februari 2022. Memang ada rencana kontrak satu unit motor grader ke PT UN, tetapi ketika alat beratnya tiba di lokasi dan ketika akan penandatanganan kontrak. Justru pihak PT UN tidak mengembalikan kontrak yang diajukan dan seharusnya ditandatangani kedua belah pihak. Kami Sudah konfirmasi ke Pak Burhan selaku owner, ia meminta agar menghubungi bawahannya Pak Muhari. Pak Muhari ini berbelit-belit dan selalu menghindar ketika dihubungi,” katanya. Ketika akan dikonfirmasi ke manajemen PT UN bernama Burhan dan pemegang kontrak bernama Muhari, baik ditelepon maupun melalui whattshaap belum memberikan tanggapan terkait masalah ini meski handphone bersangkutan aktif. (ozi/dian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: