Sidang Panas CMNP Rp 119 Triliun: Jusuf Hamka Blak Blakan Soal Tito dan Hary Tanoe

Sidang Panas CMNP Rp 119 Triliun: Jusuf Hamka Blak Blakan Soal Tito dan Hary Tanoe

Pengusaha Jusuf Hamka alias Babah Alun hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan gugatan perdata senilai Rp 119 triliun antara PT Citra Marga Nusaphala (CMNP) dengan Harry Tanoesoedibjo dan MNC Asia Holding di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. dok: Candrq --

Dia juga menekankan bahwa berdasarkan keterangan para saksi, tidak pernah ada pihak arranger atau perantara yang terlibat dalam perkara ini.

"Segala sesuatu itu tidak ada transfer uang. Tidak ada transfer uang sama sekali dari CMNP kepada pihak manapun. Sehingga itu membuktikan bahwa memang murni ini adalah tukar-menukar bukan jual beli," urainya.

Lucas menegaskan, merujuk pada keterangan saksi dan putusan berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung, NCD milik Hary Tanoe dinyatakan tidak sah. 

Dengan demikian, alasan di balik tidak dicairkannya NCD saat itu bukan disebabkan oleh krisis moneter, melainkan karena statusnya yang memang tidak sah secara hukum.

"NCD yang tidak sah inilah yang menyebabkan Tidak bisa dicairkan. Bukan karena krismon (krisis moneter)," ungkapnya.

Pada sidang yang sama, Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum Hary Tanoe, beberapa kali mendapat peringatan dari Ketua Majelis Hakim karena mengajukan pertanyaan yang dianggap tidak relevan dengan pokok perkara. 

Selain itu, Hotman juga menuding bahwa gugatan yang diajukan CMNP telah menyebut NCD milik kliennya sebagai "bodong".

Sebagai informasi, kasus ini bermula pada 1999, ketika terjadi transaksi antara PT CMNP dan Hary Tanoe terkait pertukaran instrumen keuangan.

Hary Tanoe menawarkan pertukaran NCD miliknya dengan Medium Term Notes (MTN) dan Obligasi II milik CMNP.

Hary Tanoe memiliki NCD yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta, sementara CMNP memiliki MTN senilai Rp163,5 miliar dan obligasi senilai Rp189 miliar.

Berdasarkan kesepakatan pada 12 Mei 1999, CMNP menyerahkan MTN dan obligasi pada 18 Mei 1999. Hary Tanoe kemudian menyerahkan NCD secara bertahap: USD 10 juta yang jatuh tempo 9 Mei 2002 diserahkan pada 27 Mei 1999, dan USD 18 juta yang jatuh tempo 10 Mei 2002 diserahkan pada 28 Mei 1999.

Namun ketika CMNP mencoba mencairkan NCD tersebut pada 22 Agustus 2002, pencairan tidak dapat dilakukan karena Unibank telah ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sejak Oktober 2001.

Menurut CMNP, Hary Tanoe diduga telah mengetahui bahwa penerbitan NCD tersebut tidak sesuai prosedur. Dokumen itu juga dianggap palsu karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dengan jangka waktu lebih dari dua tahun, padahal ketentuan Bank Indonesia membatasi maksimal 24 bulan.

Di sisi lain, Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, menyebut gugatan CMNP salah sasaran. Ia menegaskan, transaksi yang dipersoalkan tidak ada kaitannya dengan Hary Tanoe maupun MNC Asia Holding, karena Hary Tanoe hanya berperan sebagai perantara.

Berita network ini sudah tayang di disway.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: