Pemda Lahat

Dampak Pernikahan Dini Pada Remaja

Dampak Pernikahan Dini Pada Remaja

Hasil data Riskesdas mencatat usia kawin pertama di Indonesia ada pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebesar 41,9% dan pada umur 10-14 tahun sebesar 4,8% sudah menikah. Sedangkan persentase pernikahan dini di provinsi Sumatera Selatan lebih tinggi dibandingkan persentase secara nasional. Menurut laporan BKKBN Sumsel Tahun 2019, menyatakan bahwa secara keseluruhan di Sumatera Selatan usia perkawinan dini masuk dalam katagori tinggi yaitu penduduk dibawah 21 tahun yang sudah menikah mencapai 55,32% dan sebanyak hampir 40% yaitu 108.904 kasus pernkahan dini ditemukan di kota Palembang, jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan ibu kota setiap kabupaten lainnya di provinsi Sumatera Selatan.

Pernikahan dini seringkali diakibatkan karena hamil di luar nikah sehingga harus menikah dini. Fenomena ini terjadi pada remaja yang masih duduk di jenjang pendidikan SMP. Penyebabnya seringkali karena kurangnya informasi atas dampak yang akan muncul jika mereka melakukan hubungan seks pranikah dan selanjutnya menikah di usia dini. Kebanyakan dari mereka belum menyadari pentingnya pendidikan bagi masa depan mereka.

Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan mereka melakukan hubungan seks pranikah dan berujung pernikahan dini adalah karena salah pergaulan atau hubungan yang terlalu bebas sehingga menimbulkan kehamilan yang tidak dinginkan. Hal tersebut terjadi mungkin atas kemauan remaja itu sendiri karena pergaulan bebas, pornografi yang semakin marak, sehingga mereka  sebagai anak/remaja tidak mampu memikirkan hal lain yang lebih membangun dirinya ke arah yang lebih baik. Padahal dampak negatif dari peristiwa itu sangat banyak.

Pernikahan dini tidak bisa di pungkiri akan menghasilkan berbagai macam dampak yang merugikan bagi mereka yang melakukan nya, karena dilakukan tanpa adanya kesiapan secara fisik, mental, dan materi. Banyak di temukan pasangan suami- istri muda tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, banyak juga yang tidak menyadari akan adanya hak dan kewajiban baru yang melekat pada dirinya setelah menjalin hubungan rumah tangga. Dampak dari pernikahan usia dini juga tidak hanya dirasakan oleh mereka pasangan suami-istri, namun bisa berdampak pada masing-masing keluarga, dan juga anak yang mereka lahirkan. Dibawah ini merupakan berbagai macam dampak (positif maupun negative ) yang dirasakan akibat adanya pernikahan usia dini :

Dampak Bagi Suami-Istri

Terjadinya perselisihan antara suami- istri     karena  sifat egois yang cenderung tinggi, tidak adanya kesinambungan dalam menjalankan hubungan rumah  tangga karena  minimnya pengetahuan tentang kehidupan pernikahan, kurangnya kesadaran akan hak dan kewajiban baru yang melekat setelah menjadi suami-istri.

Masing-masing Keluarga

Beban ekonomi keluarga berkurang karena salah satu anaknya sudah menjadi tanggung jawab sang suami, jika terjadi perceraian maka akan memutus tali silaturahmi keluarga serta merusak nama baik keluarga itu sendiri.

Anak – Anak

Akan mengalami gangguan-gangguan dalam masa perkembangannya karena orang tua yang cenderung tidak memperhatikan dengan baik, tingkat kecerdasan anak cenderung rendah karena orang tua tidak cukup pandai untuk mendidik, usia anak dan orang tua tidak jauh berbeda sehingga anak dapat lebih terbuka.

Dampak lain yang dirasakan akibat melakukan pernikahan usia dini sebagian besar terkait pada kesehatan reproduksi. Banyak perempuan muda yang melakukan pernikahan dini memiliki potensi mengalami kehamilan yang beresiko tinggi. Selain gangguan reproduksi, banyak perempuan yang menikah di usia muda akan mengalami gangguan kesehatan mental. Mereka umumnya seringkali mengalami stress yang mendalam ketika meninggalkan keluarga, dan bertanggung jawab atas keluarganya sendiri. Selain itu, pernikahan yang dilakukan oleh anak juga akan membawa dampak buruk bagi anak perempuan sebab mereka akan rentan mendapat perlakuan kasar dari suaminya (KDRT).

Dampak Kesehatan

Perempuan yang menikah muda umumnya belum siap dalam mengurus atau mengasuh seorang anak, sehingga banyak diantara mereka yang melakukan aborsi untuk menghindari kesulitan mengurus anak. Aborsi yang dilakukan juga cenderung aborsi yang tidak aman sehingga dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan sang ibu dan bayinya. Selain ketidak-siapan sang ibu dalam mengurus anak, kekerasan pada calon ibu juga bisa terjadi jika kehamilan datang disaat yang tidak diinginkan.

Suami cenderung bersikap kasar karena tidak bisa menerima bahwa akan ada anggota keluarga baru, dan tanggung jawab baru yang harus dilakukan. Kehamilan yang tidak diinginkan juga membuat sang ibu tidak mendapatkan pelayanan-pelayanan kesehatan yang memadai sehingga merusak tumbuh dan kembang bayi dalam Rahim ibu. Penting untuk diketahui bahwa kehamilan yang terjadi pada perempuan yang usia nya kurang dari 17 tahun akan meningkatkan resiko komplikasi medis, pada ibu dan anak. Serta, dinyatakan bahwa anak yang hamil pada usia 10-14 tahun dinilai memiliki resiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun saat melahirkan, sementara itu resiko ii akan meningkat dua kali lipat pada perempuan yang hamil pada usia 15- 19 tahun.

Dampak Psikologis

Dampak psikologis akan sangat mudah ditemukan pada pasangan muda-mudi yang melakukan Pernikahan Usia Muda. Mereka pada umumnya belum bisa menerima dan belum siap secara mental dalam menghadapi perubahan.

Peran dan masalah yang ada dikehidupan barunya setelah menikah. Hal tersebut bisa menimbulkan rasa penyesalan karena mereka harus meninggalkan bangku sekolah dan meninggalkan masa remaja mereka. Kehamilan yang tidak diinginkan oleh perempuan yang menikah di usia muda juga bisa berdampak psikologis pada dirinya, karena perempuan tersebut akan minder dan tidak pede dengan badannya yang bertumbuh besar.

Dampak Ekonomi

Pernikahan usia dini tanpa disadari merupakan penyebab adanya ‘siklus kemiskinan’ dalam keluarga. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan, anak yang melakukan pernikahan dini umumnya belum mapan atau tidak bisa mendapatkan pekerjaan selayaknya orang dewasa. Karena, dengan menikah di usia muda maka mereka akan dikeluarkan dari sekolah dan terpaksa menjadi ibu rumah tangga dan terisolasi, sehingga mereka cenderung masih menjadi tanggungan bagi keluarganya. Akibat dari masalah tersebut, orang tua memiliki beban ganda karena harus menghidupi anggota keluarga baru.

Siklus kemiskinan ini dapat dihindari jika memiliki pasangan yang sudah mapan, karena mereka yang sudah mapan pasti memiliki pekerjaan dan penghasilan yang mencukupi sehingga dapat menghidupi keluarganya sendiri.

Dampak Sosial

Dilihat dari sisi sosial, pernikahan usia muda akan berdampak pada perceraian dan perselingkuhan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan emosi yang belum stabil pada diri remaja sehingga mudah terjadi pertengkaran diantara keduanya. Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan ini meliputi kekerasan seksual yang dialami oleh istri karena adanya relasi hubungan yang tidak seimbang.

Upaya Yang Dilakukan Untuk Menekan Angka Pernikaha Dini

Berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah belum cukup untuk mengurangi atau menekan angka pernikahan usia dini, dan perlu adanya terobosan- terobosan lain untuk mendukungnya seperti :

1. Menekan masyarakat untuk merubah pola fikirnya mengenai perlindungan terhadap anak pada hak kesehatan mental, seksual, dan reproduksi serta kesetaraan gender dan partisipasi kaum muda.

2. Mendukung penelitian yang berfokus pada intervensi anak perempuan yang akan menikah, Kekerasan dalam Rumah Tangga yang terjadi setelah adanya kehidupan pernikahan.

3. Mengatasi kemiskinan yang dijadikan alasan utama untuk melakukan pernikahan usia dini, memberikan edukasi kepada keluarga mengenai pola asuh yang baik untuk mendidik anak dan memberikan pengutan pada system kesejahteraan anak dalam program perlindungan sosial.

4. Penguatan hukum yang melindungi hak anak terutama pada anak perempuan agar terbebas dari pernikahan usia dini, dan mengetahui lebih lanjut untuk memastikan tidak ada kasus yang disembunyikan dari masyarakat.

5. Memberikan peluang untuk anak agar bisa melanjutkan Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi agar bisa membantu memperbaiki perekonomian keluarga.

6. Meningkatkan intervensi perlingungan kepada anak perempuan yang berusia 15-17 tahun dengan fokus penyelesaian sekolah menengah.

7. Memberikan informasi mengenai undang-undang terkait Pernikahan Usia Dini serta sanksi sanksi bila melakukan pelanggaran undang- undang tersebut. menjelaskan juga resiko apa yang akan didapatkan ketika tetap menikahkan anak dibawah umur.

Selain upaya-upaya tersebut pemerintah juga bisa melakukan beberapa pendekatan dibawah ini :

1. Tahap pendekatan personal, yaitu dengan cara menasihati kepada mereka yang akan melakukan pernikahan dini. Cara ini dapat dilakukan oleh mereka yang bekerja menjadi pegawai pencatat nikah.

2. Tahap pendataan, yaitu pendataan yang dilakukan oleh pemerintahan kepala desa namun pemerintah tidak akan bertanggung jawab jika terjadi masalah dalam pernikahan tersebut.

3. Tahap sosialisasi, yaitu memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui kegiatan kemasyarakatan guna memberikan informasi kepada orang tua untuk memberikan hak anak sepenuhnya.

4. Menangguhkan surat nikah, dengan cara menyulitkan pembuatan surat nikah pemerintah berharap masyarakat yang ingin melakukan pernikahan yang tidak memenuhi persyaratan akan berfikir ulang sehingga, anga pernikahan dini tidak semakin bertambah.

Penulis adalah Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi D3 Keperawatan Lahat

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: