Versi Polres Empat Lawang, Ari Tewas karena Dipelonco Tahanan Lain
EMPAT LAWANG, LAHATPOS.CO – Humas Polres Empat Lawang menyampaikan Ari tewas karena dipelonco tahanan lain. Polres Empat Lawang menetapkan tiga tersangka kasus tahanan tewas. Masing masing inisial J (23) warga Lorong Sawah, Kecamatan Tebing Tinggi. Inisial F (20), warga Kupang Kecamatan Tebing Tinggi, dan inisial D (25) warga Kupang Tebing Tinggi.
Ari Putra (28), warga Desa Bayau, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang ini tewas dalam tahanan di Mapolres Empat Lawang, Selasa (21/6), sekitar pukul 22.00 WIB lalu.
Kapolres Empat Lawang, AKBP Patria Yuda Rahadian SIK, didampingi Kasat Reskrim, AKP Tohirin, melalui Humas AKP Hidayat menyampaikan, bawah korban tewas karena dianiaya dan dipelonco tahanan lain saat korban berada di dalam tahanan sel.
“Korban Ari dipelonco oleh tiga pelaku kejahatan yang sudah terlebih dahulu menghuni tahanan Polres Empat Lawang,” terangnya.
Lanjut Hidayat, korban berstatus tahanan baru, sehingga masuk sel dipelonco.
Keterangan ini berbeda dengan teman korban Ari, Bayu, yang pada saat itu ikut ditangkap petugas.
Cerita Bayu, pada hari itu dia dan Ari ditangkap sekitar lima orang.
Mereka diduga terlibat kasus dugaan pemerkosaan di wilayah Pendopo.
“Saat itu, kami berdua sedang jalan. Lalu ada yang menangkap,” ujarnya, Senin (27/6).
Dia dan Ari dinaikan ke dalam mobil.
“Kami dipukuli,” tambahnya.
Setelah itu, mereka dibawa ke markas.
Ada oknum yang lalu membakar rambut mereka gunakan korek api.
Ada yang saya lihat memukul Ari pakai senapan.
“Kakinya dinecisin. Juga dibakar,” kata dia.
Karena itu, Ari pingsang. Lalu, dimasukkan dalam ruang tahanan.
Termasuk dirinya.
Besok paginya, Ari dibanting oleh seseorang.
“Seperti petugas jaga. Setelah dibanting, Ari juga dipukul dadanya. Tidak lama kemudian, Ari meninggal,” sambung Bayu.
Dia mengaku diancam untuk tidak cerita.
Disuruh mengakui kalau yang memukul temannya hingga meninggalnya itu adalah para tahanan lain.
“Setahu saya tahanan tidak melakukan pemukulan,” cetusnya.
Kejadian itu diceritakannya kepada orang tua Ari.
Irsan, ayah Ari tak terima dengan penganiayaan yang dialami putranya hinggga meregang nyawa.
“Saya tidak terima anak saya dibunuh,” ucapnya.
Kata Irsan saat memandikan jenazah anaknya, dia melihat luka lebam di tubuh almarhum.
“Kaki ada luka terbakar dan dirambut juga ada yang bekas dibakar. Ada bekas dinecisin di jari kaki. Rahangnya juga patah. Saya meminta Kapolri Bapak Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan kami keadilan,” tuntut Irsan.
Ditegaskannya, Ari selama ini sehat.
Tidak ada sakit bawaan. Tapi setelah ditangkap, pihak keluarga mendapat kabar kalau Ari meninggal dengan tidak wajar. Banyak luka-luka.
Terpisah, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti mengatakan, kasus ini menunjukkan ada kelalaian polisi dalam mengawasi ter-sangka yang ditahan.
Seharusnya, dengan menahan seseorang, polisi wajib menjamin keamanan dan keselamatan orang tersebut.
“Pengawasan itu selain dilakukan dengan bantuan CCTV 24 jam, juga harus dicek. Setidaknya setiap jam oleh petugas jaga tahanan,” imbuhnya.
Dengan begitu, dapat men-cegah kemungkinan tindakan-tindakan kekerasan berlebihan yang dilakukan tahanan lainnya.
Penyidik dan penyelidik juga mesti dibekali body camera agar dapat diawasi tinda-kannya dan untuk meminimalisir pelanggaran HAM dalam proses penangkapan, penahanan dan interogasi.
“Di ruang interogasi, diharapkan dipasang CCTV, video camera dan recorder untuk memastikan penyidik dalam melakukan penyidikan menjunjung tinggi HAM,” jelasnya.
Kompolnas, lanjutnya, merekomendasikan pemeriksaan kepada petugas jaga dan atasannya karena kelalaiannya mengakibatkan tahanan dianiaya hingga meninggal yang katanya dilakukan oleh tahanan lain.
Termasuk kepada orang-orang yang diduga terlibat menganiaya almarhumah Ari.
“Propam juga perlu memeriksa aparat yang melakukan penangkapan dan interogasi untuk melihat apakah ada kemungkinan korban disiksa saat proses penangkapan dan interogasi tersebut,” imbuh Peongky.
Menurutnya, meskipun penyidik sudah menetapkan tiga tahanan yang dituduh menganiaya, pemeriksaan Propam juga tetap diperlukan.
“Untuk mencegahnya, anggota Polri khususnya penyelidik, penyidik dan penjaga ruang tahanan harus memahami dan melaksanakan KUHAP serta Perkap nomor 8/2009 tentang implementasi dan standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri,” ungkapnya.
Punishment sesuai kesalahan dan pem-benahan, juga perlu dilakukan agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan anggota Polri bisa menjadi Presisi.
“Saya juga berharap proses pemeriksaan Propam dapat dilakukan dengan profesional, transparan, dan akuntabel,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Sumsel, Agung Pratama mengatakan, peristiwa seperti ini sering terjadi di Sumsel.
“Beberapa di antaranya menjadi objek laporan Ombudsman,” katanya, Senin malam.
Dia mengaku, Ombudsman memberi perhatian khusus kepada proses penanganan tindak kejahatan oleh Polri dan mendorong propam segera melakukan pemeriksaan kepada oknum terduga pelaku penganiayaan tersebut.
“Jika terbukti, berikan sanksi yang tegas agar peristiwa serupa tidak teru-lang,” tukasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: sumeks.co