LAHAT, LAHATPOS.CO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lahat Daerah Pemilihan (Dapil) 7 menggelar reses di PT Aditarwan, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kikim Area. Reses ini dihadiri oleh seluruh anggota DPRD Dapil 7, termasuk Nanda Pinola Harahap SKM, Nizaruddin SH, Makmun Abdul Goni SH, Lion Faizal SE MM, Aliman Syahri SKom MM, Indra Gandi, Sutra Imansyah SE, dan Edwar.
Koordinator Reses DPRD Dapil 7, Makmun Abdul Goni SH, menyatakan bahwa kunjungan ini bertujuan meminimalisir konflik sosial antara perusahaan dan masyarakat terkait kepemilikan lahan. "Luasan lahan plasma mencapai 1.700 hektar, melebihi batas minimal 20%. Kami apresiasi perusahaan dan pemerintah, termasuk dalam hal HGU,"ujarnya, Jumat (23/5/2025).
Ia menekankan pentingnya sinergi antara eksekutif dan legislatif untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai regulasi. "Tugas kami menyelesaikan konflik horizontal dan sosial. Jika memungkinkan, kami akan panggil perusahaan-perusahaan di Lahat untuk mencari solusi," tambahnya.
Anggota DPRD Nizaruddin SH menyoroti bahwa perusahaan sering menjadi pihak yang disalahkan dalam konflik lahan. "Kami ingin tahu akar masalahnya. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat, harus ada keharmonisan,"tegasnya.
Sementara itu, Sutra Imansyah SE dari Fraksi Gerindra mengungkapkan adanya perbedaan data luasan lahan. "Menurut catatan, sisa lahan PT Aditarwan hanya 510 hektar, sedangkan Dinas Perkebunan menyebut 2.100 hektar. Ada tuntutan warga hampir 400 hektar, yang bisa menguras aset perusahaan," jelasnya.
Lion Faizal SE MM menambahkan, reses ini tidak hanya dilakukan di satu titik. "Kami verifikasi data sebelum mengambil keputusan. DPRD harus memastikan tidak ada pelanggaran undang-undang,"imbaunya.
Manager Humas PT Aditarwan, Yulius Rafli, menjelaskan bahwa perusahaan mengelola 5.500 hektar kebun sawit terbagi di tiga anak perusahaan. "Sejak take over oleh Sawit Mas Grup (1999-2011), kebun ini sudah bermasalah. Namun, pada 2012, kami berhasil menyelesaikan sengketa dengan warga,"paparnya.
Dia menegaskan bahwa lahan plasma seluas 1.700 hektar telah diserahkan ke masyarakat dengan patok batas yang jelas. "IUP dan pajak sudah dibayar, sedangkan HGU masih dalam proses. CSR kami bersifat non-struktural, seperti bantuan sembako dan perbaikan jalan," tutup Yulius.
Reses ini diharapkan menjadi langkah awal penyelesaian konflik lahan sekaligus mendorong pemberdayaan masyarakat sekitar perkebunan.*